Akibat Hukum Perkawinan Syubhat Implikasinya Terhadap Status Kewarisan Anak

Hilyas Hibatullah Abdul Kudus(1)

(1) Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Syamsul ‘Ulum Gunungpuyuh Sukabumi

DOI:

https://doi.org/10.51729/sakinah21701

Abstrak

Perkawinan merupakan aspek suci dalam kehidupan manusia, dimaknai sebagai perintah agama yang tak terbantahkan. Dalam Islam, perkawinan adalah jalan yang sah untuk menyalurkan dorongan seksual dan memenuhi kebutuhan biologis manusia. Untuk mencapai kebahagiaan dalam keluarga, dua kebutuhan dasar harus terpenuhi: kebutuhan fisik dan spiritual. Kebutuhan fisik mencakup sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan, sementara kebutuhan spiritual mencakup kehadiran keturunan. Kehadiran anak dalam keluarga mempengaruhi status sosial, menciptakan keindahan dalam dinamika keluarga, menjadi pewaris, serta mempererat ikatan suami-istri. Penelitian ini bertujuan untuk memahami aturan harta warisan bagi anak dari perkawinan syubhat, kedudukan anak tersebut terhadap status kewarisan, dan status hukum perkawinan syubhat menurut hukum Islam dari beberapa madzhab populer. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan pendekatan riset kepustakaan, di mana data diambil dari buku-buku literatur yang relevan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa aturan tentang harta warisan dalam Hukum Islam dikenal sebagai faraidh atau Fiqih Mawaris, yang menentukan siapa yang berhak menerima warisan dan cara pembagiannya. Dalam Islam, anak dianggap sebagai pewaris yang penting, dengan hubungan hukum yang kuat dengan orang tua. Kejelasan hak waris anak sangat penting karena berdampak pada hak dan kewajiban hukum mereka. Perkawinan syubhat, yang melibatkan kekeliruan dalam mengenali pasangan, dapat membatalkan hukuman hadd dan mempengaruhi status hukum anak hasil perkawinan tersebut.

Unduhan

Data unduhan belum tersedia.

Referensi

Al-Sabuni, M. A. (1996). Pembagian Waris Menurut Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Al-Zuhayli, W. (1997). al-Fiqh al-Islami wa-Adillatuh. Dar al-Fikr.

As-Subki, A. Y. (2016). Fiqh Keluarga: Pedoman Berkeluarga dalam Islam. Amzah.

Asy-Syafi’i, I. A. A. M. bin I. (1990). Al-Umm, Jilid V, ahli bahasa oleh Husain Abdul Hamid Abu Nashir Nail. Beirut: Darul Fiqr.

Depag. (1990). Al-Qur’an dan Terjemah. Jakarta: Departemen Agama RI.

Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.

Mas’ud, I., & Abidin, Z. S. (2007). Fiqih Madzhab Syafi‟i. Bandung: Pustaka Setia.

Qudamah, I. (2012). al-Mughni VII ahli bahasa oleh Mamduh Tirmidzi. Jakarta: Pustaka Azzam.

Rahman, F. (1981). Ilmu Waris. Bandung: Al-Ma‟arif.

Salim, H. S., & Sh, M. S. (2021). Pengantar Hukum perdata tertulis (BW). Bumi Aksara.

Sastroatmodjo, & Aulawi, W. (1978). Hukum Perkawinan Di Indonesia. Jakarta: Bulan Bintang.

Umayah, S. (2015). Wali Nikah Bagi Anak Hasil Wathi Syubhat (Studi Analisis Fatwa Nahdlatul Ulama Tahun 1960). UIN Jakarta.

Witanto, D. Y. (2012). Hukum keluarga: hak dan kedudukan anak luar kawin: pasca keluarnya putusan MK tentang uji materiil UU perkawinan. In (No Title).

Yustisia, S. P. (2024). Kompilasi Hukum Islam: Hukum Perkawinan, Hukum Pewarisan, Hukum Perwakafan. Yogyakarta: Rajawali Pers.

Unduhan

Diterbitkan

2024-05-31

Cara Mengutip

Abdul Kudus, H. H. (2024). Akibat Hukum Perkawinan Syubhat Implikasinya Terhadap Status Kewarisan Anak. As-Sakinah : Jurnal Hukum Keluarga Islam, 2(1), 62–71. https://doi.org/10.51729/sakinah21701